Search This Blog

Thursday, June 27, 2019

Bila Kau Susah, Bagilah Rezekimu dengan Orang Lain

"Bila kau susah, bagilah rezekimu dengan orang lain". Semboyan ini entah mengapa masuk begitu saja dalam pikiran. Memang pada dasarnya saat rezeki berdatangan namun masalah tetap berlanjut tidak salahnya sebagai manusia membagi sebagian rezekinya ke orang lain karena di dalam rezeki yang diterima setiap insan terdapat pula rezeki orang lain. Semua itu memang ada sejak zaman dahulu, karena sesungguhnya manusia itu harus mendapat keberkahan atas apa yang diterimanya.

Jangan pernah mengira dapat sesuatu yang besar adalah kesenangan, ingat manusia selalu di uji di muka bumi ini bahkan dalam keadaan berkelimpahan. Percuma memiliki apa-apa namun perasaan hidup selalu dihantui oleh rasa gelisah. Percuma pula mendapatkan apa yang di mau sedangkan keinginan lain masih terus ada. Dalam sumber daya terbatas kita manusia pasti memiliki keinginan yang tidak terbatas. Hanya keberkahanlah yang membuat manusia membatasi keinginannya, meski apa yang diterima tidak terbatas.

Tuesday, June 25, 2019

Kesesuaian Antara Perkataan dan Perbuatan

Menjadi manusia religius itu tak perlu menunjukan di hadapan publik bahwa dirimu adalah religius. Banyak orang menganggap setiap hal yang diposting dalam sosial medianya yang berkenaan dengan hal religius artinya dirinya religius. Dengan dalih sekedar mengingatkan diri sendiri bahkan memotivasi diri sendiri, ketahuilah apa yang kau posting itu sesuai atau tidak dengan kenyataan. Jangan-jangan itu hanyalah sebuah ekspetasi. Terkadang, saya pribadi merasa terlihat lucu melihat seseorang mengaku mencintai nabinya sendiri kalimat itu tertulis jelas di akun sosial medianya malah melakukan pacaran dan berdekatan dengan seseorang yang bukan haknya. Kalau memang tidak mampu menjadi religius tak usah pula mengaku mencintai nabi sendiri, sedangkan apa yang dilarang oleh nabinya dijalankan.

Kalau ingin posting kepameran katakan saja sebuah kepameran, tidak perlu menutup-nutupi apa yang di posting adalah pribadi anda yang sesungguhnya. Postinglah dengan bijak dan penuh kewajaran. Artinya, berpikirlah sebelum jari-jari bertindak. Apakah yang saya posting mempunyai manfaat atau mudharat. Apa yang saya posting menunjukan sisi munafik kehidupan saya. Apa yang saya posting menunjukan realita kehidupan saya. Apa yang saya posting tidak mencelakakan saya. Ingat selalu untuk berhati-hati, kehati-hatian, perhatian dan pemerhati dalam mempertimbangkan sebuah postingan.

Zaman dulu mulutmu adalah harimau mu, zaman sekarang jarimu adalah harimau mu yang bisa mencelakakan dirimu apabila engkau salah melangkah dalam bersosial media, bahkan menimbulkan persepsi yang berbeda karena netizen akan terus mengawasi. Masih untung pula ada yang memaklumi karena tahu usia mental dan perilaku gilanya, namun apa daya bagi yang tak mau memaklumi. Cyberbullying bisa terjadi kapan saja dan dimana saja apabila kita tidak cerdas dalam bersosial media.

Ada istilah mengatakan "in social media no one know you are the cat" artinya: dalam sosial media tidak ada satupun yang mengenali kau adalah kucing. Maksud dari pepatah tersebut adalah saat di sosial media seseorang dengan hebatnya berkoar-koar laksana singa, bahkan berani berdebat dalam perang komentar satu sama lain dengan merasa dirinya adalah paling benar. Kenyataannya, saat di bawa ketemu langsung bicara dengan tatap muka dalam sebuah forum di hadapan orang banyak dia menjadi seperti seekor kucing yang tidak mempunyai daya dan upaya melawan konsep dan topik yang dibicarakan. Dia hanya bisa mengiyakan apa yang dikata orang yang lebih mendominasinya. Sekarang yang ditanyakan, mana kemampuan mu sebagai netizen tadi, mengapa saat bertemu langsung engkau tak menyampaikan perkataan dan ide dari komentarmu seperti di sosial media tadi. Harusnya, berani bicara di sosial media berani pula menyampaikan pertanyaan maupun pernyataan kritis saat dalam ruang publik langsung.

Sekarang saya akan menjelaskan konsep dalam bermain komentar pada sosial media. Semakin panjang sebuah komentar maka semakin besar pula anda menunjukan kekalahan ada dalam perang siber. Zaman sekarang memang pada masanya perang tersebut jalan, terutama dalam bidang politik dan agama. Seseorang yang belum pernah terjun secara nyata di dunia politik berani berkomentar lantang seolah-olah dia ahli di bidang tersebut, begitu pula dalam masalah agama. Pada agama, belajar di sekolah berbasis agama saja belum pernah, beribadah kadang dilakukan kadang juga tidak, berdoa juga kurang fasih dan sebagainya malah berani mengungkap ke ranah hukum-hukum agama yang tidak sesuai untuk di benarkan. Bahkan saat dia merasa kalah akibat dari komentar yang menusuk dia juga menunjukan komentar yang panjang lebar dengan kalimat hampir memenuhi halaman website padahal inti komentarnya malah tidak ada bobotnya.

Seorang teman pernah berkata: "kadang banyak orang yang pandai memberi saran, tapi nol dalam praktik dan tindakannya -banyak"

Pada dasarnya tulisan ini hanya melihat realita yang sesungguhnya, menerima atau tidaknya semua tergantung persepsi anda. Semakin anda tersinggung maka kebenaran dari tulisan ini akan selalu mendekati dengan kenyataan diri anda sendiri. Sekian shitpost dari saya mengenai sosial media zaman now.